Sabtu, 01 November 2014

Unsur-unsur Filsafat Pancasila dan Perbedaannya dengan Filsafat lainnya di Dunia



Unsur-unsur Filsafat Pancasila dan Perbedaannya dengan Filsafat lainnya di Dunia

1.    UNSUR-UNSUR FILSAFAT PANCASILA
Pancasila dikatakan sebagai sistem filsafat, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai Ketuhanan (theologi), nilai manusia (antropologi), nilai kesatuan (metafisika), kerakyatan (hakekat demokrasi), dan keadilan (hakekat keadilan).
Unsur-unsur filsafat pada pancasila;
1.     Unsur Ketuhanan
Secara ontologik ada manusia sebagai yang diciptakan menunjukkan adanya pencipta yaitu Tuhan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang paling sempurna dan otonom terdiri atas jasmani dan rohani, mempunyai sifat sebagai individu sebagai makhluk sosial. Karena Tuhan adalah sempurna maka manusia tidak sempurna. Namun diantara makhluk-makhluk Tuhan lainnya, manusia adalah yang paling sempurna. 
2.     Unsur Kemanusiaan ,

Prinsip yang berisi keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakekat “manusia”, yang sudah terdapat dalam diri bangsa Indonesia sejak dahulu.
 Ditinjau dari segi waktu maka unsur kemanusiaan yang adil dan beradab telah berjalan sepanjang masa berkesinambungan dari generasi satu ke generasi lain laksana rantai-rantai yang tidak ada putus-putusnya. Sebagai contoh adanya Komisis Nasional HAM yang mengarah pada pengakuan akan Hak Asasi Manusia dan Komisi Nasional Perlindungan Anak yang dibentuk pemerintah dan didedikasikan khusus bagi anak-anak Indonesia, sebagai bukti bahwa anak-anak Indonesia juga diharagai sebagai mnusia walaupun masih kecil.

3.     Unsur Persatuan dan Kesatuan,

Indonesia prinsip yang berisis keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakekat “satu”, yang mengandung makna bahwa persatuan tetap hidup dalam barbagai bentuknya baik bersifat local maupun bersifat nasional. Persatuan Indonesia telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu dan akan terus berlangsung selama bangsa Indonesia masih ada. Semboyan bangsa Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang merupakan kutipan dari sebuah kakawin Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan Majapahit sekitar abad ke-14 kemudian menjadi pengikat bangsa Indonesia yang hingga saat ini masih di pegang teguh bangsa Indonesia. Kalimat tersebut berarti “Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu”. 
sementara di Toraja sangat di kenal semboyan,”Misa’ Kada di Potuo, Pantan Kada Di Pomate”, yang dalam masyarakat Indonesia dikenal “Bersatu kita teguh Bercerai kita Runtuh” dan di wujudkan dalam gotong royong hidup sehari-hari. 

4.      Unsur Kerakyatan,

Prinsip yang berisis keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakekat “rakyat”, yang mengandung makna bahwa masyarakat Indonesia terkenal dengan kehidupan yang guyub dan rukun, penuh dengan tenggang rasa, mau memberi dan menerima, tidak ingin menang sendiri, berhulupis kuntul baris, saiyeg saeka kapti.
Kehidupan yang demikian ini berlangsung terus sesuai dengan kemajuan serta perkembangan zaman. Pada sila keempat yang mengandung unsur kerakyatan tersebut dibuktikan dengan hidup demokrasi di Indonesia dengan bukti nyata adanya Pemilu. Mulai dari tingkat pemerintahan paling tiggi ke yang paling rendah, dan setiap orang punya hak untuk ikut berpartisipasi di dalamnya.

5.     Unsur Keadilan Sosial,

Prinsip yang berisis keharusan/tuntutan untuk bersesuaian dengan hakekat “adil”, yang mengandung makna bahwa unsure social lebih menonjol daripada unsure individu. Hubungan sosial adalah bukti bagaimana mereka menerapkan nilai keadilan dalam kehidupan masyarakat.
Adapun bukti nyata mengenai unsur ini adalah dibuatnya undang-undang untuk Fakir Miskin dan anak Terlantar (UUD 1945 pasal 34) serta program-program pemerintah untuk pemerataan kesejahteraan rekyat seperti JAMKESMAS, penyediaan Raskin dan sebagainya.





2.    Perbandingan Filsafat Pancasila Dengan Filsafat Lainnya di Dunia

Dilihat dari perbedaannya, filsafat yang ada di Indonesia ternyata memiliki banyak perbedaan dengan filsafat yang ada pada negara-negara lain di dunia, seperti yang akan sedikit saya jelaskan berikut ini;

a.     Komunisme :

Sebenarnya komunisme bukanlah anti-Tuhan, sebab komunisme adalah menitikberatkan pada politiknya bukan agamanya. Karlmax hanya mengatakan bahwa Agama adalah “candu”, kalimat tersebut tidaklah bisa di artikan bahwa komunisme adalah anti-Tuhan atau anti-Agama.
 Komunisme menitik beratkan pada hak negara atau hak bersama, dengan kata lain bahwa hak individu dihilangkan sebagaimana yang di jelaskan pada filsafat Pancasila, bahwa hak asasi manusia dimiliki sejak lahir dan mutlak, “manusia atau setiap individu berhak memiliki kebebasan dalam mengejar kepuasan lahiriah dan batiniah”.

b.    Liberalisme :

Berbeda dengan komunisme, Secara umum, liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh kebebasan berpikir bagi para individu. Paham liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Meskipun sama seperti di Indonesia yang mementingkan persatuan, namun liberalisme tidak mendasarkan pada persatuan yang ada pada negara mereka yang ada pada Pancasila yang menyatukan antar suku,budaya ,agama dan negara, tetapi didominasi persatuan negara mereka dengan negara lain.

c.      Materialisme :

Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti rohhantusetan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada. Tidak ada Allah atau dunia adikodrati.
Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada penggerak pertama atau sebab pertama. Tidak ada kehidupan, tidak ada pikiran yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi, yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi, dalam suatu peralihan wujud yang abadi dari materi. Sangat jelas berbeda dengan filsafat Pancasila yang mengakui adanya Tuhan, roh, hantu dan sebagainya.

d.    Sosialisme :

Sistem sosial dan ekonomi yang ditandai dengan kepemilikan sosial dari alat-alat produksi dan manajemen koperasi ekonomi, serta teori politik dan gerakan yang mengarah pada pembentukan sistem tersebut. "Kepemilikan sosial" bisa merujuk ke koperasi, kepemilikan umum, kepemilikan negara, kepemilikan warga ekuitas, atau kombinasi dari semuanya.
Ada banyak jenis sosialisme dan tidak ada definisi tunggal secara enskapitulasi dari mereka semua. Mereka berbeda dalam jenis kepemilikan sosial yang mereka ajukan, sejauh mana mereka bergantung pada pasar atau perencanaan, bagaimana manajemen harus diselenggarakan dalam lembaga-lembaga yang produktif, dan peran negara dalam membangun sosialisme.
Dalam arti lain, paham sosialisme adalah paham/filsafat yang bertujuan membentuk negara kemakmuran dengan usaha kolektif yang produktif dan membatasi milik perseorangan/individual.

e.      Kapitalisme :

Filsafat yang berpedoman pada nilai materi dan hampir sama seperti materialisme yang tidak perduli akan agama bahkan menolaknya. Kapitalisme menekankan pada persaingan antar individu dengan menghalalkan segala cara (kecuali melanggar peraturan negara) agar dapat memperkaya diri masing-masing tanpa memikirkan individu yang lain.
 Berbeda dengan filsafat Pancasila yang mengutamakan kebersamaan agar di peroleh kesamarataan dalam berbagai aspek kehidupan.

f.      Idealisme :

Idealisme berasal dari kata ide yang berarti idealisme terdiri dari ide-ide, pikiran-pikiran, akal, jiwa dan bukan dari benda atau material dan kekuatan. Idealisme lebih mementingkan akal dari pada material.
Idealisme adalah tentang realitas dan pengetahuan yang menjelaskan tentang kesadaran, atau pemikiran yang bukan bersifat kebendaan dan mempunyai fungsi utama dalam aturan dunia. Idealisme sangat mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab pikiran manusialah yang menjadi sumber ide dan akal manusia lah yang memang benar-benar mutlak adanya.
Bisa disimpulkan bahwa idealisme menekankan pada kenyataan yang kita dapatkan dari alat indra kita dan masuk di akal pikiran manusia.
Ini berarti sama saja tidak menganggap adanya sang pencipta/ Tuhan dan berarti bertentangan dan berbeda dengan filsafat yang ada di Indonesia, yaitu Filsafat Pancasila.






















“Daftar pustaka”
Pandji Setijo. Pendidikan Pancasila. Jakarta: Penerbit PT Grasindo, 2010.
Praja, Juhaya s. Aliran-aliran Filsafat dan Etika. Bandung: Yayasan PIARA (Pembangunan Ilmu Agama dan Humaniora), 2006.
Beerling, R.F.  Filsafat Dewasa Ini. Djakarta: Balai Pustaka, 1996.
Dagun, Save M. Filsafat Eksistensialisme, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.

Syadali, Ahmad. Mudzakir.  Filsafat Umum, Bandung: PT Pustaka Setia, 1997.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar