Unsur-unsur Filsafat Pancasila dan Perbedaannya dengan Filsafat lainnya di Dunia
1. UNSUR-UNSUR FILSAFAT
PANCASILA
Pancasila
dikatakan sebagai sistem filsafat, karena di dalamnya terdapat nilai-nilai
Ketuhanan (theologi), nilai manusia (antropologi), nilai kesatuan (metafisika),
kerakyatan (hakekat demokrasi), dan keadilan (hakekat keadilan).
Unsur-unsur filsafat pada
pancasila;
1.
Unsur
Ketuhanan
Secara ontologik ada manusia sebagai yang diciptakan
menunjukkan adanya pencipta yaitu Tuhan. Manusia adalah makhluk Tuhan yang
paling sempurna dan otonom terdiri atas jasmani dan rohani, mempunyai sifat
sebagai individu sebagai makhluk sosial. Karena Tuhan adalah sempurna maka
manusia tidak sempurna. Namun diantara makhluk-makhluk Tuhan lainnya, manusia
adalah yang paling sempurna.
2.
Unsur Kemanusiaan ,
Prinsip yang berisi keharusan/tuntutan untuk
bersesuaian dengan hakekat “manusia”, yang sudah terdapat dalam diri bangsa
Indonesia sejak dahulu.
Ditinjau
dari segi waktu maka unsur kemanusiaan yang adil dan beradab telah berjalan
sepanjang masa berkesinambungan dari generasi satu ke generasi lain laksana
rantai-rantai yang tidak ada putus-putusnya. Sebagai contoh adanya Komisis
Nasional HAM yang mengarah pada pengakuan akan Hak Asasi Manusia dan Komisi
Nasional Perlindungan Anak yang dibentuk pemerintah dan didedikasikan khusus
bagi anak-anak Indonesia, sebagai bukti bahwa anak-anak Indonesia juga
diharagai sebagai mnusia walaupun masih kecil.
3.
Unsur Persatuan dan Kesatuan,
Indonesia prinsip yang berisis keharusan/tuntutan
untuk bersesuaian dengan hakekat “satu”, yang mengandung makna bahwa persatuan
tetap hidup dalam barbagai bentuknya baik bersifat local maupun bersifat
nasional. Persatuan Indonesia telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu
dan akan terus berlangsung selama bangsa Indonesia masih ada. Semboyan bangsa
Indonesia “Bhinneka Tunggal Ika” yang merupakan kutipan dari sebuah kakawin
Jawa Kuna yaitu kakawin Sutasoma, karangan Mpu Tantular semasa kerajaan
Majapahit sekitar abad ke-14 kemudian menjadi pengikat bangsa Indonesia yang
hingga saat ini masih di pegang teguh bangsa Indonesia. Kalimat tersebut
berarti “Terpecah belahlah itu, tetapi satu jualah itu”.
sementara di Toraja sangat di kenal semboyan,”Misa’ Kada di Potuo, Pantan Kada Di Pomate”, yang dalam masyarakat Indonesia dikenal “Bersatu kita teguh Bercerai kita Runtuh” dan di wujudkan dalam gotong royong hidup sehari-hari.
sementara di Toraja sangat di kenal semboyan,”Misa’ Kada di Potuo, Pantan Kada Di Pomate”, yang dalam masyarakat Indonesia dikenal “Bersatu kita teguh Bercerai kita Runtuh” dan di wujudkan dalam gotong royong hidup sehari-hari.
4.
Unsur Kerakyatan,
Prinsip yang berisis keharusan/tuntutan untuk
bersesuaian dengan hakekat “rakyat”, yang mengandung makna bahwa masyarakat
Indonesia terkenal dengan kehidupan yang guyub dan rukun, penuh dengan tenggang
rasa, mau memberi dan menerima, tidak ingin menang sendiri, berhulupis kuntul
baris, saiyeg saeka kapti.
Kehidupan yang demikian ini berlangsung terus
sesuai dengan kemajuan serta perkembangan zaman. Pada sila keempat yang
mengandung unsur kerakyatan tersebut dibuktikan dengan hidup demokrasi di
Indonesia dengan bukti nyata adanya Pemilu. Mulai dari tingkat pemerintahan
paling tiggi ke yang paling rendah, dan setiap orang punya hak untuk ikut
berpartisipasi di dalamnya.
5. Unsur Keadilan Sosial,
Prinsip yang berisis keharusan/tuntutan
untuk bersesuaian dengan hakekat “adil”, yang mengandung makna bahwa unsure
social lebih menonjol daripada unsure individu. Hubungan sosial adalah bukti
bagaimana mereka menerapkan nilai keadilan dalam kehidupan masyarakat.
Adapun bukti nyata mengenai unsur ini
adalah dibuatnya undang-undang untuk Fakir Miskin dan anak Terlantar (UUD 1945
pasal 34) serta program-program pemerintah untuk pemerataan kesejahteraan
rekyat seperti JAMKESMAS, penyediaan Raskin dan sebagainya.
2.
Perbandingan Filsafat
Pancasila Dengan Filsafat Lainnya di Dunia
Dilihat dari perbedaannya, filsafat yang
ada di Indonesia ternyata memiliki banyak perbedaan dengan filsafat yang ada pada
negara-negara lain di dunia, seperti yang akan sedikit saya jelaskan berikut
ini;
a. Komunisme :
Sebenarnya komunisme bukanlah anti-Tuhan, sebab komunisme adalah
menitikberatkan pada politiknya bukan agamanya. Karlmax hanya mengatakan bahwa
Agama adalah “candu”, kalimat tersebut tidaklah bisa di artikan bahwa komunisme
adalah anti-Tuhan atau anti-Agama.
Komunisme menitik beratkan pada hak
negara atau hak bersama, dengan kata lain bahwa hak individu dihilangkan
sebagaimana yang di jelaskan pada filsafat Pancasila, bahwa hak asasi manusia
dimiliki sejak lahir dan mutlak, “manusia atau setiap individu berhak memiliki kebebasan
dalam mengejar kepuasan lahiriah dan batiniah”.
b. Liberalisme :
Berbeda dengan komunisme, Secara umum,
liberalisme mencita-citakan suatu masyarakat yang bebas, dicirikan oleh
kebebasan berpikir bagi para individu. Paham
liberalisme menolak adanya pembatasan, khususnya dari pemerintah dan agama.
Meskipun sama seperti di Indonesia yang
mementingkan persatuan, namun liberalisme tidak mendasarkan pada persatuan yang
ada pada negara mereka yang ada pada Pancasila yang menyatukan antar
suku,budaya ,agama dan negara, tetapi didominasi persatuan negara mereka dengan
negara lain.
c. Materialisme :
Materialisme adalah
paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan
benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua
fenomena adalah hasil interaksi material. Materialisme tidak mengakui
entitas-entitas nonmaterial seperti roh, hantu, setan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada. Tidak ada Allah
atau dunia adikodrati.
Realitas satu-satunya adalah materi dan segala
sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada penggerak
pertama atau sebab pertama. Tidak ada kehidupan, tidak ada pikiran
yang kekal. Semua gejala berubah,
akhirnya melampaui eksistensi, yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi, dalam suatu peralihan wujud yang abadi dari materi.
Sangat jelas berbeda dengan filsafat Pancasila yang mengakui adanya Tuhan, roh,
hantu dan sebagainya.
d.
Sosialisme :
Sistem sosial dan ekonomi yang ditandai dengan
kepemilikan sosial dari alat-alat produksi dan manajemen koperasi ekonomi,
serta teori politik dan gerakan yang mengarah pada pembentukan sistem tersebut.
"Kepemilikan sosial" bisa merujuk ke koperasi, kepemilikan umum,
kepemilikan negara, kepemilikan warga ekuitas, atau kombinasi dari semuanya.
Ada banyak jenis sosialisme dan tidak ada
definisi tunggal secara enskapitulasi dari mereka semua. Mereka berbeda dalam
jenis kepemilikan sosial yang mereka ajukan, sejauh mana mereka bergantung pada
pasar atau perencanaan, bagaimana manajemen harus diselenggarakan dalam
lembaga-lembaga yang produktif, dan peran negara dalam membangun sosialisme.
Dalam arti lain, paham
sosialisme adalah paham/filsafat yang bertujuan membentuk negara kemakmuran
dengan usaha kolektif yang produktif dan membatasi milik
perseorangan/individual.
e.
Kapitalisme :
Filsafat yang berpedoman pada nilai materi dan
hampir sama seperti materialisme yang
tidak perduli akan agama bahkan menolaknya. Kapitalisme menekankan pada
persaingan antar individu dengan menghalalkan segala cara (kecuali melanggar
peraturan negara) agar dapat memperkaya diri masing-masing tanpa memikirkan individu
yang lain.
Berbeda
dengan filsafat Pancasila yang mengutamakan kebersamaan agar di peroleh
kesamarataan dalam berbagai aspek kehidupan.
f.
Idealisme :
Idealisme berasal dari kata ide yang berarti idealisme terdiri dari
ide-ide, pikiran-pikiran, akal, jiwa dan bukan dari benda atau material dan
kekuatan. Idealisme lebih mementingkan akal dari pada material.
Idealisme adalah tentang realitas dan
pengetahuan yang menjelaskan tentang kesadaran, atau pemikiran yang bukan
bersifat kebendaan dan mempunyai fungsi utama dalam aturan dunia. Idealisme sangat
mementingkan eksistensi akal pikiran manusia, sebab pikiran manusialah yang menjadi
sumber ide dan akal manusia lah yang memang benar-benar mutlak adanya.
Bisa disimpulkan bahwa idealisme menekankan
pada kenyataan yang kita dapatkan dari alat indra kita dan masuk di akal
pikiran manusia.
Ini berarti sama saja tidak menganggap adanya
sang pencipta/ Tuhan dan berarti bertentangan dan berbeda dengan filsafat yang
ada di Indonesia, yaitu Filsafat Pancasila.
“Daftar pustaka”
Pandji Setijo. Pendidikan
Pancasila. Jakarta: Penerbit PT Grasindo, 2010.
Praja, Juhaya s. Aliran-aliran
Filsafat dan Etika. Bandung: Yayasan PIARA (Pembangunan Ilmu Agama dan Humaniora),
2006.
Beerling, R.F.
Filsafat Dewasa Ini. Djakarta:
Balai Pustaka, 1996.
Dagun, Save M. Filsafat
Eksistensialisme, Jakarta: Rineka Cipta, 1990.
Syadali, Ahmad. Mudzakir. Filsafat
Umum, Bandung: PT Pustaka Setia, 1997.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar